![]() |
Suasana sohbet Santri Risalah Nur, nampak seorang tuna rungu menjelaskan Tafsil al-Qur'n karya Bediuzzaman Said Nursi. |
Walaupun salju belum turun seperti kota-kota lain di Turki, bukan berarti kota Trabzon tidak dingin. Layar LCD online pengukur suhu di bus pelajar yang tadi saya naiki menunjukkan suhu 4 derajat celcius. Dengan suhu seperti itu, mau tidak mau saya harus memakai pakaian empat lapis plus jas hangat panjang yang tetap saja tidak begitu mempan menahan hawa dingin seperti itu.
Malam ini adalah malam minggu, malam yang spesial bagi saya. Karena setiap malam inilah saya dan ratusan pemuda di kota ini datang ke sebuah flat besar di kawasan Degirmendere untuk sohbet (semacam pengajian) membaca kitab Risalah Nur bersama-sama. Dengan sohbet seperti inilah, Trabzon yang dingin ini menjadi terasa hangat bagi saya.
Kawan,
Bagi saya, Islam adalah agama yang pengamalannya sederhana namun mengandung nilai-nilai luhur yang universal; memberi salam dan senyum ketika bertemu di jalan, menundukkan pandangan ketika melihat lawan jenis, menyebut nama-Nya ketika memulai mengerjakan sesuatu, mengingat-Nya dimanapun berada, diam menyimak ketika ada orang yang membaca al-Qur’an, yang menyempatkan membaca al-Qur’an setiap hari walaupun sebentar, dan lain sebagainya…. Begitulah Islam, baik di tanah air, Amerika dan tentu juga di negeri Rumi ini.
Dan saya tak rugi menembus dinginnya malam ini untuk menghadiri sohbet, karena malam ini saya melihat sesuatu yang sangat istimewa. Ya.,,, yang membuat dada saya sedikit sesak penuh haru, bangga sekaligus iri ketika melihatnya dengan mata kepala sendiri. Ini tentang seorang sahabat saya yang begitu mencintai al-Qur’an.
Namanya Ilyas Bayazid, ia adalah seorang pemuda yang lincah. Yang tidak pernah lupa menyimpulkan senyum ketika bertemu siapapun. Ia tak akan segan memeluk tubuhmu untuk menunjukkan keakrban jika bertemu. Selain itu ia akan memberika isyarat dengan mengatupkan tangannya dan menunjukkan katup tangan itu ke arah dadanya, tadinya saya tidak memahami bahasa isyarat yang ia gunakan, ternyata dengan isyarat itu ia bertanya kepada saya “bagaimana kabarmu? Baik bukan?!”, dan saya juga ikut-ikutan mengatupkan tangan dan mengarahkan ke dada saya untuk menjawabnya “Kabar saya baik kawan!”. Kenapa ia menggunakan bahasa isyarat seperti itu? Karena ia adalah seorang Tuna rungu. Artinya, selain tidak bisa mendengar suara dengan baik, ia juga tidak bisa berbicara dengan sempurna. Tapi kekurangan seperti ini bukan berarti membuat Ilyas enggan membaca al-Qur’an. Justru ia adalah salah satu santri yang benar-benar ingin mengabdi kepada al-Qur’an.
Kawan…
Tadi malam di sohbet tersebut ada sekitar 20 orang yang keadaannya sama seperti Ilyas. Saya tak tahu banyak apa yang ditausyiahkan ustadz di depan ratusan jamaah itu karena bahasa Turki saya masih sangat amat lemah. Tapi dari seorang teman yang lebih mengerti bahasa Turki ia menjelaskan bahwa Ilyas abi (begitu saya memanggilnya) yang selalu berkomunikasi dengan bahasa isyarat tersebut akan maju di depan ratusan jamaah yang hadir. Awalnya saya tak tahu apa yang akan di lakukannya, namun ketika semua jamaah mulai meninggikan posisi duduknya agar dapat lebih jelas melihat suasana di depan, saya pun ikut duduk setengah beridiri mencoba menajamkan pandangan melihat apa yang terjadi. “Ne Oldu?... ne Oldu?” tanyaku kepada sahabat yang duduk di samping saya, “ada apa? Ada apa?”. Dan saat itu kulihat sahabat Turki saya, Ilyas. Ia menggerak-gerakkan tangannya, memeragakan tangannya, memberikan isyarat-isyarat firman Tuhan. “Ne yapiyor?... “Apa yang dilakukankannya?” tanyaku lagi sembari tak melepaskan pandangan ke arah Ilyas yang dengan cepat memainkan tangannya bak seorang master komposer musik handal. Ya… ilyas sahabat saya itu adalah seorang komposer sejati, ia adalah seorang tuna rungu yang mengkomposisikan firman Allah ke dalam bahasa isyarat, salah satu model komunikasi yang luar bisa. Ia menjelaskan kandungan al-Qur’an kepada 20 temannya tersebut. Ia sedang membuktikan kepada kami bahwa Allah menciptakannya dengan keadaan seperti itu bukan karena hal yang sia-sia, tapi untuk menerangkan kandungan al-qur’an kepada orang-orang seperti dia.
Kawan…
Jika Ilyas abi bisa belajar dan mengajarkan al-Qur’an dengan bahasa terbatas seperti itu. Lalu bagaimana dengan kita? Paling tidak, sudahkan kita membaca al-Qur’an hari ini lima menit saja?!
Cerita soal Ilyas sahabatku tak berhenti di sini…
Setelah ia selesai menjelaskan kandungan al-Qur’an kepada para jama’ah. Salah seorang dari 20 orang seperti ilyas (saya lupa namanya) kini duduk mengganti Ilyas. Kemudian ia pun menggerak-gerakkan tangannya memberikan isyarat kepada salah seorang untuk disampaikan kepada kami. Katanya, dulu ia adalah seorang muslim yang tidak shalat, tapi kini ia mulai belajar tentang Islam. Belajar tentang al-Qur’an dan rajin mempelajari al-Qur’an. Kawan…. Kita butuh orang-orang seperti Ilyas ini, yang dengan bahasa terbatas bisa menerangkan Islam kepada sesamanya. Yang bisa mengajak temannya untuk menjalankan shalat. Yang menjelaskan al-Qur’an kepada orang-orang seperti dia.
Kawan….
Lalu bagaimana dengan kita yang diberi pendengaran indah serta lidah yang fasih ini?. Paling tidak, sudahkan hari ini kita gunakan lidah ini untuk berucap mengajak teman “kita shalat yok!”.???
Kawan….
Islam itu sederhana. Mengucap Alhamdulillah dengan lidah kita. Mendengarkan hal-hal baik denga telinga kita. Memberikan senyum di wajah kita. Menguluk salam dengan lidah kita, dan sebagainya.
Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari sosok Ilyas ini.
Semoga kita tidak lupa akan nikmat telinga dan lidah yang diberikan oleh Allah kepada kita.
Semoga kita termasuk yang dikategorikan oleh Nabi Saw: “Khoirukum Man ta’allamal Qur’an wa ‘allamahu… yang terbaik dari kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an lalu mengajarkannya”. Amin.
![]() |
Cak Gopar bersama Ilyas Bayazid, salah seorang Tuna Rungu yang rajin mengaji Risalah Nur dan kemudian menjelaskan ke teman-temannya |
Jika Ilyas abi bisa belajar dan mengajarkan al-Qur’an dengan bahasa terbatas seperti itu. Lalu bagaimana dengan kita? Paling tidak, sudahkan kita membaca al-Qur’an hari ini lima menit saja?!
Cerita soal Ilyas sahabatku tak berhenti di sini…
Setelah ia selesai menjelaskan kandungan al-Qur’an kepada para jama’ah. Salah seorang dari 20 orang seperti ilyas (saya lupa namanya) kini duduk mengganti Ilyas. Kemudian ia pun menggerak-gerakkan tangannya memberikan isyarat kepada salah seorang untuk disampaikan kepada kami. Katanya, dulu ia adalah seorang muslim yang tidak shalat, tapi kini ia mulai belajar tentang Islam. Belajar tentang al-Qur’an dan rajin mempelajari al-Qur’an. Kawan…. Kita butuh orang-orang seperti Ilyas ini, yang dengan bahasa terbatas bisa menerangkan Islam kepada sesamanya. Yang bisa mengajak temannya untuk menjalankan shalat. Yang menjelaskan al-Qur’an kepada orang-orang seperti dia.
Kawan….
Lalu bagaimana dengan kita yang diberi pendengaran indah serta lidah yang fasih ini?. Paling tidak, sudahkan hari ini kita gunakan lidah ini untuk berucap mengajak teman “kita shalat yok!”.???
Kawan….
Islam itu sederhana. Mengucap Alhamdulillah dengan lidah kita. Mendengarkan hal-hal baik denga telinga kita. Memberikan senyum di wajah kita. Menguluk salam dengan lidah kita, dan sebagainya.
Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari sosok Ilyas ini.
Semoga kita tidak lupa akan nikmat telinga dan lidah yang diberikan oleh Allah kepada kita.
Semoga kita termasuk yang dikategorikan oleh Nabi Saw: “Khoirukum Man ta’allamal Qur’an wa ‘allamahu… yang terbaik dari kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an lalu mengajarkannya”. Amin.
0 blogger-facebook:
Post a Comment