Maka,
Suatu sore di musim dingin yang tentu saja sangat dingin, Cak Gopar jalan-jalan di ramainya kota Istanbul. Dari beberapa kali jalan-jalan di kota ini, tak ada yang membosankan dari pemandangan Ibukota Ottoman tempoe doeloe ini.
Masjid-masjid megah peninggalan dinasti Ottoman ada nyaris di setiap sisi jalan. Bangunan-bangunan jadul pun masih berdiri gagah memamerkan keindahannya. Pemandangan ini semua akan terasa lebih dahsyat ketika adzan dikumandangkan dari masjid-masjid secara bersamaan.
Namun hampir satu tahun ini, nyaris di sudut-sudut jalanan Istanbul ada pemandangan yang membuat Cak Gopar miris ; Keluarga Syiria yang terpaksa mengemis. Konflik yang terjadi di negeri tetangga Turki ini tak henti-hentinya, upaya perdamaian dari berbagai negara pun selalu buntu. Maka ribuan, bahkan jutaan rakyat Syiria pun kocar-kacir mengungsi ke berbagai negara tetangganya. Dan Turki adalah salah satu tujuan untuk mengungsi. Yang Cak Gopar herankan, kenapa para pengungsi ini bisa sampai ke Istanbul dan kota-kota lain di Turki, padahal di perbatasan sana mereka telah disediakan tempat tersendiri. Entahlah!.
Maka ketika Cak Gopar terus berjalan di jalanan Istanbul sembari merenungi ini semua, efek cuaca dingin pun datang ; kebelet pipis. Bersegaralah Cak Gopar mempercepat langkah kaki sembari melihat ke arah langit mencari menara masjid. Bukankah di setiap masjid pasti ada toilet?.
Suatu sore di musim dingin yang tentu saja sangat dingin, Cak Gopar jalan-jalan di ramainya kota Istanbul. Dari beberapa kali jalan-jalan di kota ini, tak ada yang membosankan dari pemandangan Ibukota Ottoman tempoe doeloe ini.
Masjid-masjid megah peninggalan dinasti Ottoman ada nyaris di setiap sisi jalan. Bangunan-bangunan jadul pun masih berdiri gagah memamerkan keindahannya. Pemandangan ini semua akan terasa lebih dahsyat ketika adzan dikumandangkan dari masjid-masjid secara bersamaan.
Namun hampir satu tahun ini, nyaris di sudut-sudut jalanan Istanbul ada pemandangan yang membuat Cak Gopar miris ; Keluarga Syiria yang terpaksa mengemis. Konflik yang terjadi di negeri tetangga Turki ini tak henti-hentinya, upaya perdamaian dari berbagai negara pun selalu buntu. Maka ribuan, bahkan jutaan rakyat Syiria pun kocar-kacir mengungsi ke berbagai negara tetangganya. Dan Turki adalah salah satu tujuan untuk mengungsi. Yang Cak Gopar herankan, kenapa para pengungsi ini bisa sampai ke Istanbul dan kota-kota lain di Turki, padahal di perbatasan sana mereka telah disediakan tempat tersendiri. Entahlah!.
Maka ketika Cak Gopar terus berjalan di jalanan Istanbul sembari merenungi ini semua, efek cuaca dingin pun datang ; kebelet pipis. Bersegaralah Cak Gopar mempercepat langkah kaki sembari melihat ke arah langit mencari menara masjid. Bukankah di setiap masjid pasti ada toilet?.
Dalam terburu-buru mencari masjid, Cak Gopar sampat sekilas melihat seorang ayah yang duduk di tepi jalan sembari memangku anaknya, di sisinya tertulis “Para ihtiyacim var…. Saya butuh uang”. Namun hanya sedetik Cak Gopar melirik mereka dan memilih melanjutrkan langkah kaki segera menuntaskan hajat tanpa sadar di sisi hati ada teriak kecil “Cak Gopar jahat!.
Tuntas dan puaslah ketika tiba di masjid. Cak Gopar pun mengambil wudhu untuk kemudian menjalankan sholat di Masjid. Tentu saja Cak Gopar yang unyu-unyu bukanlah tipe mencari masjid hanya untuk kebituhan pipis. Kurang ajar itu namanya.
Sholat paket kilat pun sudah Cak Gopar kerjakan, maka duduklah ia meluruskan kaki sejenak untuk menghilangkan lelah setelah berjalan seharian. Ingatan beberapa menit tadi pun kembali, pemandangan seorang ayah yang mengemis sembari memangku anak gadisnya. Dan Cak Gopar ingat betul, bahwa ia lebih memilih berlalu tanpa menyempatkan waktu 3 detik untuk mengambil receh lira yang ada di saku untuk mereka. Hati Cak Gopar terasa kecut, pedih dan mendidih.
Cak Gopar beranjak berdiri untuk kemudian lebih terburu-buru melalui jalan tadi, mencari pemandangan yang sama yang tak digubrisnya tadi. Dalam langkahnya ini, Cak Gopar pun mencambuk hatinya sendiri bertubi-tubi. Cak Gopar mengingat Pesan Kiyai Dullah di pesantrennya dulu, bahwa dalam rezeki yang ada pada setiap orang itu ada hak orang lain juga. Cak Gopar juga ingat sosok Sudrun, preman di kampungnya. Sudrun yang semua orang tahu bahwa dia ahli maksiat pun, beberapakali Cak Gopar memergokinya diam-diam setiap malam berkelilingi mencari pengemis untuk menyisihkan lembaran-lembaran rupiah untuk membuat pengemis menyimpulkan senyum. Cak Gopar pun merasa makin kecut!.
Pemandangan yang dicarinya tak juga ada. Cak Gopar benar-benar menyesal, mementingkan kencing daripada 3 detik mengeluarkan receh untuk orang yang membutuhkannya membuat Cak Gopar serasaa gila. “Kamu lebih kejam daripada Sudrun Cak!” protes Cak Gopar dalam hati untuk dirinya sendiri. Kecut!.
’Siapa memberi makan orang lapar, Allah akan memberinya makanan dari buah-buahan surga. Siapa memberi minuman kepada orang haus, Allah pada Hari Kiamat nanti akan memberinya minuman surga yang amat lezat (ar-rahiq al-makhtum), dan siapa memberi pakaian orang yang telanjang, Allah akan memberinya pakaian surga yang berwarna hijau (khudhr al-jannah)" (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).
Tuntas dan puaslah ketika tiba di masjid. Cak Gopar pun mengambil wudhu untuk kemudian menjalankan sholat di Masjid. Tentu saja Cak Gopar yang unyu-unyu bukanlah tipe mencari masjid hanya untuk kebituhan pipis. Kurang ajar itu namanya.
Sholat paket kilat pun sudah Cak Gopar kerjakan, maka duduklah ia meluruskan kaki sejenak untuk menghilangkan lelah setelah berjalan seharian. Ingatan beberapa menit tadi pun kembali, pemandangan seorang ayah yang mengemis sembari memangku anak gadisnya. Dan Cak Gopar ingat betul, bahwa ia lebih memilih berlalu tanpa menyempatkan waktu 3 detik untuk mengambil receh lira yang ada di saku untuk mereka. Hati Cak Gopar terasa kecut, pedih dan mendidih.
Cak Gopar beranjak berdiri untuk kemudian lebih terburu-buru melalui jalan tadi, mencari pemandangan yang sama yang tak digubrisnya tadi. Dalam langkahnya ini, Cak Gopar pun mencambuk hatinya sendiri bertubi-tubi. Cak Gopar mengingat Pesan Kiyai Dullah di pesantrennya dulu, bahwa dalam rezeki yang ada pada setiap orang itu ada hak orang lain juga. Cak Gopar juga ingat sosok Sudrun, preman di kampungnya. Sudrun yang semua orang tahu bahwa dia ahli maksiat pun, beberapakali Cak Gopar memergokinya diam-diam setiap malam berkelilingi mencari pengemis untuk menyisihkan lembaran-lembaran rupiah untuk membuat pengemis menyimpulkan senyum. Cak Gopar pun merasa makin kecut!.
Pemandangan yang dicarinya tak juga ada. Cak Gopar benar-benar menyesal, mementingkan kencing daripada 3 detik mengeluarkan receh untuk orang yang membutuhkannya membuat Cak Gopar serasaa gila. “Kamu lebih kejam daripada Sudrun Cak!” protes Cak Gopar dalam hati untuk dirinya sendiri. Kecut!.
***
Rasulullah Saw. bersabda :
’Siapa memberi makan orang lapar, Allah akan memberinya makanan dari buah-buahan surga. Siapa memberi minuman kepada orang haus, Allah pada Hari Kiamat nanti akan memberinya minuman surga yang amat lezat (ar-rahiq al-makhtum), dan siapa memberi pakaian orang yang telanjang, Allah akan memberinya pakaian surga yang berwarna hijau (khudhr al-jannah)" (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).
0 blogger-facebook:
Post a Comment