Maka,
Sebagai seorang santri yang merasa selalu menjadi santri walaupun sudah tak hidup di dalam pagar pesantren. Ketika Cak Gopar sudah melalang buana ke kota metropolitan pun akhirnya memutuskan pulang ke kampung halaman karena Pesantren Margi Dhowo tempat ngaji nya dahulu sewaktu masih kecil itu akan mengadakan Haul Akbar yang akan dihadiri ribuan alumninya, sekaligus sowan ke Kiyai Dullah dan guru-guru yang pernah mengajarnya dulu.
Ketika Cak Gopar sedang asyik ngobrol ngalur ngidul dengan teman-temannya sembari ngebal-ngebul menikmati rokok kretek di teras bekas kamarnya dulu, tiba-tiba Sudrun datang tergopoh-gopoh dengan sarung yang dikenakan sekenanya juga kopiah hitam yang sudah berubah kemerahan. Mata Sudrun melotot melihat kumpulan orang yang asyik bercengkrama diselimuti asap rokok itu.
“Di sini dilarang merokok!!” ujar Sudrun dengan suara menekan sembari berkacak pinggang.
Dulu Cak Gopar nggak berani macem-macem kepada Sudrun karena dulunya Sudrun adalah santri yang mewakafkan diri menjadi khodam ndalem keluarga kiyai, selain mengaji ia juga kebagian tugas pergi ke pasar setiap pagi untuk membeli kebutuhan pangan keluarga ndalem Kiyai Dullah. Tapi sejak Cak Sudrun pernah ngambil jatah lauk makanannya berupa Ikan Pindang tanpa izin dan tidak mau mengakui perbuatannya. Cak Gopar pun memutuskan untuk memusuhui Sudrun dengan level “buyut” alias musuh bebuyutan.
Sebagai seorang santri yang merasa selalu menjadi santri walaupun sudah tak hidup di dalam pagar pesantren. Ketika Cak Gopar sudah melalang buana ke kota metropolitan pun akhirnya memutuskan pulang ke kampung halaman karena Pesantren Margi Dhowo tempat ngaji nya dahulu sewaktu masih kecil itu akan mengadakan Haul Akbar yang akan dihadiri ribuan alumninya, sekaligus sowan ke Kiyai Dullah dan guru-guru yang pernah mengajarnya dulu.
Ketika Cak Gopar sedang asyik ngobrol ngalur ngidul dengan teman-temannya sembari ngebal-ngebul menikmati rokok kretek di teras bekas kamarnya dulu, tiba-tiba Sudrun datang tergopoh-gopoh dengan sarung yang dikenakan sekenanya juga kopiah hitam yang sudah berubah kemerahan. Mata Sudrun melotot melihat kumpulan orang yang asyik bercengkrama diselimuti asap rokok itu.
“Di sini dilarang merokok!!” ujar Sudrun dengan suara menekan sembari berkacak pinggang.
Dulu Cak Gopar nggak berani macem-macem kepada Sudrun karena dulunya Sudrun adalah santri yang mewakafkan diri menjadi khodam ndalem keluarga kiyai, selain mengaji ia juga kebagian tugas pergi ke pasar setiap pagi untuk membeli kebutuhan pangan keluarga ndalem Kiyai Dullah. Tapi sejak Cak Sudrun pernah ngambil jatah lauk makanannya berupa Ikan Pindang tanpa izin dan tidak mau mengakui perbuatannya. Cak Gopar pun memutuskan untuk memusuhui Sudrun dengan level “buyut” alias musuh bebuyutan.
Cak Gopar pun nggak terima diatur dan dibentak dilarang merokok seperti itu oleh Sudrun.
“Maksudmu apa drun?!” tanya Cak Gopar sembari berdiri menatap Sudrun yang melotot seolah menantang itu. “Peraturan darimana itu? Ojo ngawur sampean ngelarang-larang aku ngerokok”.
Memang Pesantren Margi Dhowo sejak dahulu membolehkan santri-santrinya bebas merokok. Apalagi Kiyai Dullah adalah juragan kebun tembakau yang sukses. Dari hasil tembakaunya itu Kiyai Dullah pun membuat Home Industry sebagai pelajaran enterpreuner untuk santri-santrinya.
Sekonyong-konyong datang dua santri yang masih nyantri di Pesantren Margi Dhowo menghampiri Cak Gopar yang sudah komat-kamit membaca mantra Aji Palu Watu bersiap adu pencak dengan Sudrun.
“Wes cak…. Wes cak…. Sudah! Jangan dilanjutkan!” ujar dua santri tadi bergegas memegangi Sudrun yang masih melotot. Dua santri tadi menarik memaksa Sudrun untuk menjauhi Cak Gopar. Sudrun menghilang dari hadapan Cak Gopar ketika dua santri tadi membawanya ke salah satu kamar.
Tak lama kemudian, salah satu dari dua santri tadi kembali menghampiri Cak Gopar.
“Maaf Cak, Kang Sudrun itu tadi sedang kambuh”ujar si santri mengawali penjelasannya. Cak Gopar khusyuk menyimak.
“Kambuh? Sudrun sakit apa?” Cak Gopar penasaran.
“Kang Sudrun itu sudah 3 tahun mengidap gila… nggak waras!”
Tiba-tiba Cak Gopar ingat petuah Kiyai Dullah beberapa tahun lalu, “al-Jununu Fununun…. Gila itu ada macam-macam”.
Dan ternyata tadi Cak Gopar ikutan gila karena ngeladenin Sudrun yang sudah disepakati kegilaannya!
Syekh Ahmad bin Muhammad bin al-Mahdi bin Ajibah al-Hasani al-Idrisi al-Syadzili ketika menulis tentang Surat al-Baqarah ayat 276 dalam kitab tafsirnya al-Bahr al-Madid beliau menjelaskan :
“Dan orang-orang yang memakan makanan haram seperti Riba dan sejenisnya, serta tidak mengerjakan muamalahnya dengan hak. Maka mereka tidak lebih seperti orang-orang gila yang menjadi bahan mainan oleh syetan, mereka tidak mengetahui dengan apa yang mereka ucapkan, pun tidak mengetahui apa yang dikatakan kepada mereka” (al-Bahr al-Madid Juz 1 Hlm. 361)
“Maksudmu apa drun?!” tanya Cak Gopar sembari berdiri menatap Sudrun yang melotot seolah menantang itu. “Peraturan darimana itu? Ojo ngawur sampean ngelarang-larang aku ngerokok”.
Memang Pesantren Margi Dhowo sejak dahulu membolehkan santri-santrinya bebas merokok. Apalagi Kiyai Dullah adalah juragan kebun tembakau yang sukses. Dari hasil tembakaunya itu Kiyai Dullah pun membuat Home Industry sebagai pelajaran enterpreuner untuk santri-santrinya.
Sekonyong-konyong datang dua santri yang masih nyantri di Pesantren Margi Dhowo menghampiri Cak Gopar yang sudah komat-kamit membaca mantra Aji Palu Watu bersiap adu pencak dengan Sudrun.
“Wes cak…. Wes cak…. Sudah! Jangan dilanjutkan!” ujar dua santri tadi bergegas memegangi Sudrun yang masih melotot. Dua santri tadi menarik memaksa Sudrun untuk menjauhi Cak Gopar. Sudrun menghilang dari hadapan Cak Gopar ketika dua santri tadi membawanya ke salah satu kamar.
Tak lama kemudian, salah satu dari dua santri tadi kembali menghampiri Cak Gopar.
“Maaf Cak, Kang Sudrun itu tadi sedang kambuh”ujar si santri mengawali penjelasannya. Cak Gopar khusyuk menyimak.
“Kambuh? Sudrun sakit apa?” Cak Gopar penasaran.
“Kang Sudrun itu sudah 3 tahun mengidap gila… nggak waras!”
Tiba-tiba Cak Gopar ingat petuah Kiyai Dullah beberapa tahun lalu, “al-Jununu Fununun…. Gila itu ada macam-macam”.
Dan ternyata tadi Cak Gopar ikutan gila karena ngeladenin Sudrun yang sudah disepakati kegilaannya!
***
Syekh Ahmad bin Muhammad bin al-Mahdi bin Ajibah al-Hasani al-Idrisi al-Syadzili ketika menulis tentang Surat al-Baqarah ayat 276 dalam kitab tafsirnya al-Bahr al-Madid beliau menjelaskan :
“Dan orang-orang yang memakan makanan haram seperti Riba dan sejenisnya, serta tidak mengerjakan muamalahnya dengan hak. Maka mereka tidak lebih seperti orang-orang gila yang menjadi bahan mainan oleh syetan, mereka tidak mengetahui dengan apa yang mereka ucapkan, pun tidak mengetahui apa yang dikatakan kepada mereka” (al-Bahr al-Madid Juz 1 Hlm. 361)
0 blogger-facebook:
Post a Comment