Maka,
Di akhir Bulan Sya’ban dan memasuki bulan Ramadhan. Sebagaimana biasa, musholla kampung Cak Gopar akan ramai didatangi banyak orang. Setiap keluarga membawa jajanan Jawa, kumpul tumplek blek di musholla lalu duduk melingkar memutari aneka ragam makanan yang ada di tengah musholla. Tradisi ini disebut “pegengan” yang berasal dari kata “megeng” dan mempunyai arti “menahan”.
Tradisi ini dilakukan warga kampung Cak Gopar dalam rangka meluruskan niat, bahwa besok kita akan memulai berpuasa sebulan penuh. Entah di kampung lain bagaimana, tapi di kampung Cak Gopar tradisi ini dimulai dengan ceramah agama singkat yang menjelaskan tentang apa dan bagaimana itu puasa Ramadhan.
Maka ketika musholla dirasa sudah sempit karena banyaknya orang, semua mata melirik ke Cak Gopar yang mengenakan baju biru tua, peci putih bersarung hijau lusuh, dengan hiasan surban putih di pundak kanannya. Cak gopar sedang duduk bersila di samping tempat pengimaman dengan gagah berlagak penuh wibawa dan merasa mewah.
“Monggo Cak Gopar, sampean jelaskan sepatah kata-dua kata soal puasa Ramadhan”. Ujar Pak Sudrun yang duduk di samping Cak Gopar.
Cak Gopar bangkit berdiri, sembari memegang microphone yang sudah dililiti banyak lakban itu.
“Ehmm…ehm…” Cak Gopar berdehem berolah penuh wibawa sembari matanya memandang ke setiap sudut musholla.
“Assalaaamualaikum…….” Salam Cak Gopar sejenak berhenti, sembari memandang ke kumpulan orang yang duduk dipaling belakang. “Warahmatullaaaaaaahi…. Wabarakaaaaatuh”.
“Waalaikum salaaaaam warohmatullah wabarakaaaatuh” Jawab mereka serentak.
Entah ini guyonan tekhnik ceramah atau telinga Cak Gopar yang agak bermasalah. Cak Gopar kembali mengulang salam.
“Yang belakang kurang kompak” ujar Cak Gopar dengan nada bicara ala Kiyai Zainuddin MZ. "Yang kompak ya pak.. buk!".
“Assalamualaikum….. warahmatullaaahi wa barakaaaatuh”
“Waalaikum salam watahmatullaaaaahi wa barakaaatuh”. Jawaban kali ini lebih keras dan serentak.
Maka sebelum Cak Gopar menjelaskan panjang lebar tentang puasa Ramadhan, sudah seharusnya dibuka dengan pujian kepada Allah dan Sholawat ke Rasulullah.
“Alhamdulillaaahh…. Wassholattu wassalamu ‘ala sayyidina Muhammadin” Ucap Cak Gopar dengan bahasa Arab yang difasih-fasihkan.
Namun karena terlalu jaim dan fokus dengan lagak-lagaknya. Maka yang terjadi kemudian sungguh memalukan. Cak Gopar tidak mengontrol ucapan-ucapan pembukaanya.
“Wassholattu wassalamu ‘ala sayyidina Muhammadin, Wa ‘ala aalhi wa shohbihi wa awlaadihi wa azwaajihi wa dzurriyatihii wa ahli baitihil kiroom” Cak Gopar melanjutkan tanpa disadari bahwa yang dibacanya adalah tawassulan yang biasa dibaca sewaktu memulai tahlilan.
Karena kalimat itu sudah biasa diucapkan Cak Gopar untuk Tahlilan, lidahnya pun langsung mengucap : “Al-Faaaaaatihah……”
Dan seluruh mata di musholla itu memandang Cak Gopar. Bingung!
Cak Gopar bangkit berdiri, sembari memegang microphone yang sudah dililiti banyak lakban itu.
“Ehmm…ehm…” Cak Gopar berdehem berolah penuh wibawa sembari matanya memandang ke setiap sudut musholla.
“Assalaaamualaikum…….” Salam Cak Gopar sejenak berhenti, sembari memandang ke kumpulan orang yang duduk dipaling belakang. “Warahmatullaaaaaaahi…. Wabarakaaaaatuh”.
“Waalaikum salaaaaam warohmatullah wabarakaaaatuh” Jawab mereka serentak.
Entah ini guyonan tekhnik ceramah atau telinga Cak Gopar yang agak bermasalah. Cak Gopar kembali mengulang salam.
“Yang belakang kurang kompak” ujar Cak Gopar dengan nada bicara ala Kiyai Zainuddin MZ. "Yang kompak ya pak.. buk!".
“Assalamualaikum….. warahmatullaaahi wa barakaaaatuh”
“Waalaikum salam watahmatullaaaaahi wa barakaaatuh”. Jawaban kali ini lebih keras dan serentak.
Maka sebelum Cak Gopar menjelaskan panjang lebar tentang puasa Ramadhan, sudah seharusnya dibuka dengan pujian kepada Allah dan Sholawat ke Rasulullah.
“Alhamdulillaaahh…. Wassholattu wassalamu ‘ala sayyidina Muhammadin” Ucap Cak Gopar dengan bahasa Arab yang difasih-fasihkan.
Namun karena terlalu jaim dan fokus dengan lagak-lagaknya. Maka yang terjadi kemudian sungguh memalukan. Cak Gopar tidak mengontrol ucapan-ucapan pembukaanya.
“Wassholattu wassalamu ‘ala sayyidina Muhammadin, Wa ‘ala aalhi wa shohbihi wa awlaadihi wa azwaajihi wa dzurriyatihii wa ahli baitihil kiroom” Cak Gopar melanjutkan tanpa disadari bahwa yang dibacanya adalah tawassulan yang biasa dibaca sewaktu memulai tahlilan.
Karena kalimat itu sudah biasa diucapkan Cak Gopar untuk Tahlilan, lidahnya pun langsung mengucap : “Al-Faaaaaatihah……”
Dan seluruh mata di musholla itu memandang Cak Gopar. Bingung!
0 blogger-facebook:
Post a Comment