 |
Suasana para santri mengkaji kitab di Pesantren |
Sekitar empat tahun lalu sewaktu
masih di Turki, seorang wahabi teman saya (Dia gak mau disebut Wahabi, tapi
doyan nge-share Rodja TV, Yufid TV, fatwa Utsaimin, bin Bazz, dll… Lah??),
pernah diskusi via Inbox Facebook. Dia mengatakan madzhab itu justru memecah persatuan
umat, zaman nabi gak ada madzhab. Harusnya kita langsung saja merujuk kepada
al-Qur’an dan Hadits Nabi. (Nah kan, kelihatan cara berfikirnya ala wahabi.
Masih ga nyadar kalau kerasukan Wahabi).
Di satu forum, akhirnya kami
berjumpa. Singkat cerita, diskusi via inbox yang sebenarnya gak seberapa saya
hiraukan itu pun berlanjut.
Saya bertanya kepada teman saya tersebut, Qiro’ah riwayat siapa yang dia pakai
dalam membaca al-Qur’an?. Ternyata dia gak faham. Padahal saya mau mengajak dia
seperti yang dilakukan oleh Syekh Ramadhan al-Buthi kepada “Muhaddis” Wahabi
Syekh Nasaruddin al-Albani seperti yang diceritakan dalam kitab Al-Laa
Madzhabiyyah. Tapi sayang teman saya gak nyambung dengan pertanyaan
sederhana ini. Akhirnya ga jadi deh pakai siasat yang dulu bikin Syekh al-Albani
ketar-ketir bingung menjawab.
Saya pakai pertanyaan lain, saya
tanya kembali. Bagaimana status hukum wudhu seorang laki-laki yang bersentuhan
kulit dengan perempuan?. Suami-istri misalnya, apakah wudhunya batal?. (Sengaja
dengan pertanyaan khilafiyyah).
Seperti mendapat pertanyaan mudah,
dia pun enteng menjawab “Hukumnya wudhunya tidak batal”. Dia pun menjelaskan bahwa
“pernah dengar” ada hadis, suatu saat Nabi Saw. pernah mencium Siti Aisyah dan
tanpa wudhu dulu kemudian beliau langsung Sholat. Jadi betul apa yang dilakukan
oleh orang-orang Turki, bersentuhan kulit cowok-cewek tidak membatalkan wudhu,
ini baru mengikuti Nabi. (Perlu diketahui pemirsa, di Turki mayoritas
bermadzhab Hanafi yang memang berpendapat demikian).
Saya memujinya atas jawaban teman
saya tadi, “bagus… kamu benar tentang hadis tersebut”.
Sekarang saya tanya lagi, saya
menyodorkan sebuah hadis :
قبلة الرجل امرأته وجسها بيده من
الملامسة فمن قبل امرأته أو جسها بيده فعليه الوضوء
“Ciuman laki-laki atas istrinya dan menyentuh dengan tangannya
adalah termasuk ‘mulamasah’, maka barang siapa mencium istrinya atau
menyentuhnya dengan tangannya maka wajib ia berwudhu!”.
Teman saya kaget, kok beda dengan
yang dia fahami. Seperti kebiasaan Wahabi unyu-unyu, dia kemudian berusaha
mempertanyakan status hadisnya. Saya tahu arahnya akan ke mana, maka saya
jawab, Imam Nawawi berpendapat hadis ini Shohih, lain cerita kalau kamu gak
percaya dengan Imam Nawawi.
Akhirnya dia diam. Bingung!.
Dia berusaha membuka smartphone,
mencari jawaban atas pertanyaan saya. Saya pun memintanya berhenti melakukan
itu. “Tolong yang istiqomah dong, katanya mau merujuk kepada al-Qur’an dan
hadits. Ini ada dua hadits yang ‘seolah-olah’ bertentangan. Bagaimana cara kamu
melakukan sesuai dengan pendapat Nabi?. Ingat, jangan pakai qoul ulama’!
Langsung ke hadis Nabi!. Masa Nabi memerintahkan untuk wudhu lagi tapi beliau
setelah bersentuhan dengan Siti Aisyah Rha. kok tidak berwudhu.”
Setelah yakin dengan kebingungannya,
saya pun menjelaskan, ya begitulah jadinya kalau orang awam seperti kita
berlagak mau langsung berhujjah kembali pada al-Qur’an dan hadis dan menafikan
Qoul ulama’. Kamu kira para ulama’ madzhab itu gak merujuk kepada al-Qur’an dan
Hadits?. Sekelas Imam Bukhari dan Imam Muslim yang kualitas hadis-hadisnya
nomer satu aja beliau bermadzhab Syafi’i. Begitu juga dengan para Muhaddis lain
seperti Imam Tirmidzi, Imam Baihaqi, Imam Abu Daud dll. Semuanya adalah
manusia-manusia yang memilih bermadzhab. Lah apalagi kita!.
Sama seperti ketika kamu mau minum
teh, gak mungkin kamu minum langsung dari teko-nya. Mesti kamu tuang dulu ke
gelas baru kamu sruput. Isi minumannya ya tetap sama; TEH.
Ikut para ulama’ madzhab itu ya
ujung-ujung sama, ngikuti kanjeng Nabi!. Toh jelas sekali mereka itu adalah Warotsatu-l
Anbiya’…. Pewaris sah para Nabi.
Dengan cuma modal satu hadis saja
jangan berlagak mengeluarkan hujjah. Para imam madzhab hafal di luar kepala ratusan
ribu hadis beserta sanad-sanadnya dan kredibilitas setiap orang yang ada dalam
silsilah sanad tersebut. Lah kamu?, satu hadis saja susah nerjemahin.
*wkwkwkwk*.
Dan yang paling penting, para imam
madzhab itu sanad ilmunya nyambung sampai ke Rasulullah Saw.. dan hal ini
tercatat rapi dalam literatur ilmu fiqih. Lah kamu?. Dengan bingung karena dua
hadis saja mau meruju ke Syekh Google. Kamu sebenarnya mai ikut siapa?.
Jadi kenapa kita harus bermadzhab?.
Jawabnya…. Karena madzhab memudahkan kita yang awam ini untuk mengikuti Nabi
Saw. menjalankan syariatnya.
Kamu memilih pendapat madzhab Hanafi
misalnya, pegang cewek wudhu tidak batal,,,,, ya silahkan. Karena memang begitu
hasil ijtihad Imam Hanafi setelah berkecimpung dalam banyak dalil mengenai hal
ini. Tentu dalil-dalinya bersumber dari al-Quran-Hadis juga.
Saya berpendapat batal, karena saya
adalah pengikut madzhab syafii. Saya memilih pendapat ini karena percaya dengan
hasil ijtihad beliau yang juga pastinya berdalil dari al-Quran dan Hadis.
Mudah kan jika ikut madzhab!. Sanad
kelimuannya jelas!.
Ini memang debatable, tapi ini
adalah wilayah para imam mujtahid. Dan mereka sudah menyelesaikan pembahasan
ini.
Diskusi pun selesai dengan
cengar-cengir khas wahabi unyu-unyu.
 |
Silsilah Keilmuan Madzhab Syaifi, nampak bersumber dari Rasulullah Saw. |
 |
Silsilah Keilmuan Madzhab Hanafi, juga bersumber dari Rasulullah Saw. |
 |
Silsilah sanad keilmuan Nahdlatul Ulama, dari Rasulullah Saw. hingga Hadrotussyeikh KH. Hasyim Asy'ari |
 |
Silsilah emas kitab-kitab dalam Madzhab Syafiiyyah |
Wallahu a'lam.
0 blogger-facebook:
Post a Comment