Suatu saat saya pernah makan balik
ekmek (roti plus ikan) di Istanbul. Seperti kebiasaan orang Turki, setelah
makan saya minum Ayran, jenis minuman yang terbuat dari susu atau yogurt yang
difermentasi. Teman saya nyeletuk, “Habis makan ikan itu gak boleh minum
susu” ujarnya. Dia pun menjelaskan bahwa hal tersebut dilarang oleh Nabi
kita.
Teman lain juga pernah menegur
ketika saya makan dengan lauk ikan dan daging ayam, “mengkonsumsi makanan
dari laut dan dari darat secara bersamaan itu tidak boleh!”. Ingin sekali
saya mendapat penjelasan ilmiyah dari sisi kesehatan, karena ketika dia berkata
“tidak boleh”, saya kira konotasi ini karena faktor kesehatan berkaitan dengan
reaksi kimia yang akan terjadi dalam pencernaan. Eh gak tahunya dia bilang, “Ada
hadis nabi yang melarangnya”.
Sejak saat itu, di group whats app
beberapa kali saya dapat kiriman penjelasan yang sama, dan ternyata hal ini
sudah banyak di internet. Judulnya macam-macam, antara lain “diet ala
Rasulullah Saw.”, atau “Cara Makan Nabi Saw” dan lain sebagainya. Isinya Nabi
melarang mengkonsumsi makanan sebagai berikut :
SUSU bersama DAGING
DAGING bersama IKAN
IKAN bersama SUSU
AYAM bersama SUSU
IKAN bersama TELUR
IKAN bersama DAUN SALAD
SUSU bersama CUKA
BUAH bersama SUSU
Jika pelarangan ini dari segi kesehatan, mungkin baik-baik saja,
karena saya memang awam dalam hal ini. Tapi yang bikin sakit hati, pelarangan
ini mengatas-namakan baginda Rasulullah Saw.
Setelah saya telusuri di beberapa kitab Syamail, ternyata
tidak ada penjelasan sama sekali tentang mencampur makanan seperti yang
bertebaran di internet itu. Padahal kitab-kitab Syamail-lah yang
biasanya paling detail menjelaskan hal beginian tentang Rasulullah Saw.
Akhirnya saya menduga -dugaan positif tentunya- kitab “ath-Tibbun
Nabawiy” karya Ibn Qayyim al-Jauziyyah lah yang jadi penyebabnya. Judul
kitab ini, jika diterjemahkan adalah “Pengobatan ala Nabi”. Tapi ternyata tidak
serta merta di dalamnya semua merujuk kepada “ala Nabi”. Ada juga yang berisi
kesimpulan Ibn Qayyim dari pembacaannya terhadap hadis-hadis kemudian beliau
tulis “Bahwa nabi tidak pernah makan lauk A dan B secara bersamaan, juga lauk C
dan D secara bersamaan!”. Di kitab ini, Ibn Qayyim juga sering dengan jelas
mengutip pendapat ulama’ lain tanpa mengatas-namakan dari Nabi Saw. (Lihat
contoh-contohnya di kitab “Ath-Tibbun Nabawiy karya Imam Ibn Qayyim
al-Jauziyyah, hlm. 482 - 483, pada fasal “Fushulun Mutafarriqoh min
al-Washoyaa an-Naafi’ah fil Ilaji wa at-Tadbir”). Jadi, justru pembaca kitab Ibn Qayyim ini lah yang salah duga dengan seenaknya mengatakan bahwa pelarangan ini datang dari Rasulullah Saw.... padahal Ibn Qayyim pun tidak mengatakan demikian.
Ketika saya jelaskan hal ini kepada seorang broadcaster di whats
app, anehnya dia ngotot plus ngeyel dan mengatakan hal ini ada di buku “Metode
Pengobatan Nabi”.
Sehingga, dengan judul kitab seperti itulah, para broadcaster di
whatsapp yang asal copy-paste dari blog-blog antah berantah tanpa sumber itu mungkin
salah paham dan dengan seenak udel-nya mengatasnamakan hal ini dari
Rasulullah Saw.
Ingat, mengatas-namakan kepada Nabi Saw. kenyataan yang tidak
bersumber dari beliau diancam dengan “nongkrong di tongkrongan neraka”(Man
kaddzaba ‘alayya muta’ammidan falyatabawwa’ maq’adahu minannar).
Wallahu a'lam.
Wallahu a'lam.
0 blogger-facebook:
Post a Comment