![]() |
Ini ekspresi kaget |
Al-Konawi, murid dari Syekh Ibnu Arabi ini hanya terkekeh renyah.
"Dunia ini tidak hanya hitam dan putih wahai anakku"
ujarnya kepada Akbar.
"Lupakah kau bahwa diantara hitam dan putih ada gradasi warna
abu-abu?. Dan tentu juga ada warna-warni yang lain di luar itu. Dunia ini tidak
selamanya tentang benar dan salah, halal dan haram, hitam dan putih saja."
Akbar semakin bingung. Diam dan terus menyimak.
* * *
Kisah di atas saya ambil dari novel Aşkın Gözyaşları karya Sinan Yağmur. Yang saya tangkap, Islam itu tidak
melulu soal hitam-putih, halal-haram ataupun sah dan batal, tidak!. Islam juga
mengajarkan kepatutan, kemaslahatan bersama dan lain sebagainya.
Beberapa bulan ini saya terkekeh geli melihat Mbah
Google kebingungan gara-gara dapat keyword pertanyaan-pertanyaan lucu dari
Indonesia; “Hukum minum pipis unta”, “Hukum Thawaf sambil baca pancasila”,
dan terakhir beberapa hari ini keyword pertanyaannya “Hukum sa’i sambil baca
lagu ya lalwathan”.
Begini mas bro dan mbak bro.....
Di pagi hari kamu belum mandi dan sikat gigi, lalu duduk manis
baca-baca cakgopar.com via smartphone ditemani secangkir kopi. Tiba-tiba ada
lalat yang berenang di kopimu. Apa yang kamu lakukan?.
- Karena jijay, acara ngopinya batal dan tetap kepo baca-baca cakgopar.com.
- Biarin aja, kali aja si lalat lagi kehausan, hitung-hitung sebagai sedekah.
- Tenggelamkan lalat ke kopi dan dikunyah bersama sisa ampas kopi.
Selama tidak mengandung sianida ala kopi Jessica, silahkan mau kamu
apakan kopi itu, buat cuci muka juga gak ada yang melarang.
Namun jangan dikira, hal yang nampaknya sepele begini, ternyata
dalam hadis nabi ada pembahasannya. Sebagai hadis nabi, tentu umat Islam wajib
mengimaninya, itupun setelah hadis tersebut melaluli verifikasi originalitas
yang ketat oleh para ulama yang mumpuni..
Oke, supaya kamu gak perlu tanya ke Mbah Google, berikut hadis nabi
tentap sayap lalat.
“Jika seekor
lalat hinggap pada minuman salah seorang di antara kalian, maka hendaklah ia
membenamkannya (ke dalam minuman itu), kemudian membuangnya, karena pada salah
satu sayapnya ada penyakit dan pada (sayap) yang lainnya ada obat (atas
penyakit itu).”
Semangat dalam mengamalkan agama itu baik-baik saja, namun jangan grusa-grusu
dalam memahaminya. Membaca hadis ini misalnya, jangan kemudian karena ada
kalimat pada sayap yang lainnya ada obat lalu kamu memekikkan takbir dan
memutuskan untuk berburu lalat sebanyak-banyaknya untuk kemudian ditenggelamkan
dalam minuman yang akan kamu sruput.
Hadis ini sama sekali bukan perintah, namun hanya sekedar
informasi. Jika kamu eman-eman sama kopimu yang ditongkrongin
lalat, silahkan teruskan meminumnya, namun ada baiknya kamu celupkan si lalat
untuk kemudian dibuang. Tapi jika kamu memang merasa jijay, ya sudah nggak
usah diminum, nggak dosa kok!.
Contoh lain hadis nabi yang bisa bikin tersedak orang yang kagetan,
Ishna’uu kulla syai’in illa al-Nikaah, pelajar bahasa Arab tingkat dasar
akan mudah menerjemahkannya “lakukanlah apa saja kecuali menikah”. Bisa
dibayangkan bagaimana perasaan pemuda-pemudi jomblo harapan bangsa yang membaca
hadis ini. Padahal hadis ini digunakan pada konteks suami yang mau nganu
sama istrinya, sedangkan si istri lagi datang bulan; boleh melakukan apa saja
asal jangan nganu.
Beberapa waktu lalu kita menyaksikan viralnya video Ustadz Bachtiar
Natsir (UBN), salah satu pendekar 212 yang pamer minum air kencing unta, karena
yakin bahwa perbuatan tersebut ada tuntunannya dalam agama, maka tak ayal
dalam video terdengar keras pekik takbir penuh semangat menyemangati ‘ritual’
minum kencing unta yang dilakukannya.
Tak lama kemudian, Mbah Google-pun dibanjiri pertanyaan dari para
santrinya dengan keyword ‘hukum minum air kencing unta dalam Islam’, dan
dari Mbah Google ini pula kita dapat mengetahui, bahwa ujung-ujungnya
memang terjadi perbedaan pendapat tentang najis tidaknya air kencing unta,
dalam Madzhab Maliki dan Hanbali ada yang berpendapat tidak najis, sedangkan
dalam madzhab Hanafi dan Syafii sepakat bahwa air kencing unta itu najis.
Mari kita husnudzon saja, mungkin di tengah-tengah masyarakat
Indonesia yang mayoritas bermadzhab Syafi’i ini, UBN adalah ustadz yang
berbeda, mungkin ia adalah penganut madzhab Hanbali. Its ok kan?!.
UBN beruntung punya fans berat yang berjumlah tujuh juta lebih yang
tiga bulan lalu mengadakan reuni akbar itu, ya namanya juga fans, biar nyeleneh
dan berbeda dari yang lain tetap akan dibela. Saya lihat status teman-teman di
medsos yang jadi fansnya, semua menuliskan tentang saran untuk menghormati
perbedaan madzhab, “yang penting dalam beragama itu ada dalilnya”,
begitu tulis mereka. “Inikan masalah furu’ (cabang), jadi nggak masalah beda
pendapat, asalkan bukan masalah ushul (pokok), harga mati nggak boleh beda
kalau ushul” tulis fans lainnya mendadak moderat.
Beberapa tahun lalu, di Kabupaten Malang, ada juga orang nyeleneh
tapi karena tidak punya fans banyak akhirnya bernasib sial, namanya Yusman Roy.
Dia mengajarkan pengikutnya untuk sholat dengan dua bahasa. Jadi, ketika dalam
sholat membaca surat al-Fatihah dengan bahasa arab, kemudian dilanjutkan dengan
bahasa kedua, bahasa Indonesia. Walaupun medsos belum popular pada saat itu,
ajaran Roy pun viral, tuduhan penodaan agama mengarah ke dia. Akhirnya dia pun
dijebloskan dalam penjara selama dua tahun.
Selidik punya selidik, ternyata jangankan sholat dengan dua bahasa,
tapi mengganti bacaan al-Qur’an dengan bahasa selain bahasa Arab dalam sholat ternyata
ada pembahasannya dalam perbandingan lintas madzhab. Syekh Manna’ Khalil
al-Qattan misalnya, dalam kitab Mabahits fi Ulum al-Qur’an yang sering
dijadikan rujukan oleh kalangan akademisi untuk membahas ilmu-ilmu al-Qur’an
itu. Ia menjelaskan bahwa Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa mengganti bacaan
al-Qur’an dalam sholat dengan bahasa non-Arab itu boleh, nah lho? !.
Jadi penasaran kira-kira jika pendukung UBN minum air kencing unta sudah
ber-medsos di zaman viral-nya kasus Roy itu, apakah mereka akan berkata sama; “yang
penting ada dalilnya”, atau “soal furu’ mah nggak masalah berbeda,
terusin aja sholat dengan dua bahasa”. Walaupun Syekh al-Qattan juga
menjelaskan bahwa akhrinya Imam Abu Hanifah mencabut pendapatnya tentang ini,
namun tidak dapat dipungkiri bahwa bab mengenai ini memang ada perbedaan ulama’.
Sebagai warga NU yang tak berpenggaris, saya adalah penganut
madzhab Syafii, yang tentu saja berpendapat bahwa air kencing adalah najis,
meminumnya adalah haram kecuali dalam keadaan darurat.
Saya menghormati kalau ada orang bermadzhab Hanbali dan tetap keukeuh
menyatakan ketidak-najisan air kencing unta, tapi saya bingung maksudnya apa
coba orang itu pamer dan berbangga-bangga minum air kencing kepada masyaarakat penganut
madzhab syafii?.
Sebagai penganut madzhab syafii pula, saya berpendapat shalat
dengan menggunakan dua bahasa adalah tidak sah. Suka-suka elu kalau beranggapan
dan ngotot mau shalat dengan bahasa Jawa Krama Inggil atau bahasa
Zimbabwe, tapi saya bingung maunya apa orang itu nyebar-nyebarin
keyakinan yang berbeda di tengah-tengah orang yang tidak setuju dengan pendapat
ini?.
Jika benar punya sikap toleran, maka seharusnya jangan mudah
kagetan. Dalam persoalan fiqih, sangat amat banyak sekali perbedaan antar ulama
untuk suatu masalah. Mulai dari soal makan kepiting; Madzhab Hanafi
mengharamkannya, madzhab syafi’i menilainya halal. Juga soal menyentuh lawan
jenis, apakah membatalkan wudhu atau tidak; madzhab Hanafi berpendapat tidak
batal, sedangkan madzhab syafi’i sebaliknya. Itu contoh hal-hal ringan.
Sedangkan persoalan yang berat yang bisa bikin orang cepet kagetan,
contohnya; menikah tanpa wali dianggap sah menurut madzhab imam adh-Dhohiri
Sedangakan menurut madzhab kita menikah tanpa wali itu tidak sah dan jika
terjadi hubungan badan, maka itu dinilai sebagai perbuatan kumpul kebo
alias zina. Sudah tahukan apa hukuman bagi orang yang berzina dalam Islam?.
Ingat, walaupun madzhab Daud adh-Dhohiri tidak masuk dalam empat madzhab
popular, tapi semua ulama sepakat bahwa madzhabnya adalah madzhab Ahlussunnah
wal jama’ah.
Begitu juga misalnya hukum memilih pemimpin dari non-muslim. Jika
mau terbuka, ujung-ujungnya selalu ada perbedaan, ada ulama yang mutlak tidak
membolehkan, ada ulama yang membolehkan dengan syarat dan ketentuan berlaku.
Lucunya, di Indonesia kalau Ustadznya ketahuan minum air kencing
unta, teriak-teriak di medsos untuk bersikap toleran karena ada perbedaan hukum
antar para ulama. Sedangkan soal hukum memilih pemimpin non-muslim, mendadak
mereka buta dan tuli nggak mau melek sedikit bahwa ada pendapat yang
membolehkannya, yang beda pendapat siap-siap di-gruduk sama orang tujuh
juta. Wuihhh…
Bagi saya, mereka hanyalah orang-orang caper dengan membuat
kegaduhan. Masyarakat awam dibuat kaget hingga banyak yang tersedak.
Waktu saya kecil, pernah terjadi kejadian gaduh di kampung saya
yang ada di ujung Surabaya. Kegaduhan ini gara-gara ulah Pak Modin yang biasa
mengurusi segala tetek-bengek ritual keagamaan di kampung.
Pak Modin yang waktu itu kebagian menjadi Imam dan Khatib sholat
Idul Fitri, ternyata dalam rakaat pertamanya hanya bertakbir sekali,dan pada
rakaat keduapun ia hanya bertakbir sekali. Ratusan jamaah di belakangnya mau
tidak mau ngikut imam walau saya yakin banyak hati yang nggerundhel.
Selepas khutbah, banyak jamaah berduyun-duyun mendatangi Pak Modin
di pengimaman, mereka mempertanyakan kenapa kok shalatnya tidak seperti umumnya
sholat id; rakaat pertama tujuh kali takbir dan rakaat kedua lima kali takbir.
Dengan mimik bak guru bijak, pak Modin menjelaskan bahwa tujuh dan
lima kali takbir pada masing-masing rokaat itu hukumnya cuma sunnah. Lha jangan
dikira warga kampung nerimo dengan penjelasan Pak Modin, mereka tetap uring-uringan,
mau hukumnya sunnah kek mubah kek, selama tujuh kali takbir dan lima kali
takbir yang biasa mereka lakukan tidak salah itu kemudian ada yang mencoba
merubah, bagi mereka orang itu adalah tukang bikin gaduh yang caper!.
Warga kampung dalam hal ini tidak salah, begitu juga dengan Pak
Modin yang berniat baik memberi pelajaran fiqh kepada warga juga tidak salah.
Tapi mbokyo kalau niatnya mau ngasih pelajaran fiqih itu di forum
yang tepat, di dalam kelas atau pas lagi di Majlis Ta’lim, sekedar memberikan penjelasan
berbeda agar wawasan masyarakat menjadi luas itu baik its ok, tapi
jangan main hajar langsung dipamer-pamerin di tengah masyarakat.
Beberapa hari belakangan juga demikian, viral video seseorang
thawaf mengelilingi ka’bah sembari membaca Pancasila. Hukumnya apa?, sah!.
Viral juga video beberapa orang sa’i antara shofa dan marwah
sembari memekikkan Mars Ya Lalwathan. Hukumnya apa?. Sah dan tidak batal!.
Namun, seperti yang di awal saya ceritakan, agama tidak sekedar bicara
menenai halal-haram atau sah-batal, tapi juga kepantasan, kemanfaatan dan
kemaslahatan.
Di tengah-tegah orang yang yang menganggap kencing unta najis, lalu
kamu justru meminumnya karena ikut pendapat yang menghalalkannya. Maksud kamu
itu apa?. Minumlah sampe kenyang, tapi cukup sendirian di kamar, gak usah
caper!.
Di tengah-tengah orang awam yang terbiasa mengetahui bahwa bacaan dalam
thawaf dan sa’i adalah dzikir-dzikir tertentu, tapi kamu justru nyeleneh membaca Pancasila dan mars ya lalwathan…. Maksudnya
apa coba?. Plis deh ah… jangan caper!.
Jadi, selayaknya bagi orang awam jangan kagetan dalam melihat ritus
keagamaan yang berbeda, kalau tetap kaget ya nggak masalah, namanya juga orang
awam. Yang aneh bin ajaib itu jika ada ustadz yang pinter tapi kok doyan
bikin kaget orang awam, pendapat nggak umum kok dipamerin. Berabe kalau
bertengkar dengan jama’ahnya di medsos.
0 blogger-facebook:
Post a Comment