Baca PART 1
Setelah peristiwa dibakarnya Nabi Ibrahim as. hidup-hidup. Kemudian Nabiyullah Ibrahim as. diperintah oleh Allah untuk meninggalkan kota Ur dan hijrah ke Syam untuk melanjutkan dakwahnya. Penamaan Negeri Syam saat ini kini merujuk ke empat negara yang meliputi : Suriah, Palestina, Jordania dan Lebanon. Adapun hijrahnya Nabi Ibrahim as. Ke Syam tepatnya di kawasan Palestina saat ini.
Setelah peristiwa dibakarnya Nabi Ibrahim as. hidup-hidup. Kemudian Nabiyullah Ibrahim as. diperintah oleh Allah untuk meninggalkan kota Ur dan hijrah ke Syam untuk melanjutkan dakwahnya. Penamaan Negeri Syam saat ini kini merujuk ke empat negara yang meliputi : Suriah, Palestina, Jordania dan Lebanon. Adapun hijrahnya Nabi Ibrahim as. Ke Syam tepatnya di kawasan Palestina saat ini.
Di
Palestina inilah beliau berdakwah dan sebuah riwayat menceritakan di sini
beliau menikah dengan seorang perempuan cantik bernama Siti Sarah.
Lama
beliau di palestina, dan pada suatu waktu Allah kembali memerintahkan Nabi Ibrahim
untuk pergi ke Mesir yang saat itu dikuasai seorang raja dzolim yang dikenal
senang menikahi perempuan-perempuan cantik sekalipun perempuan tersebut talah
memiliki suami.
Setibanya
di Mesir, kecantikan Siti Sarah pun tersiar. Raja Mesir tertarik dengan
kecantikan Siti Sarah. Namun Allah menolong istri Nabi Ibrahim ini, setiap Raja
Mesir hendak mendekati Siti Sarah… tiba-tiba saja badan sang Raja beku dan
tidak bisa digerakkan. Kejadian ini berkali-kali terjadi. Atas kejadian inilah
sang Raja segan kepada Nabi Ibrahim dan Siti Sarah, justru ia memberikan
seorang budak perempuan bernama Siti Hajar. Tak lama di Mesir, Nabi Ibrahim, Siti
Sarah dan Siti Hajar kembali ke Palestina.
Hikmah yang dapat diambil dari kisah ini, bahwa sungguh Allah akan selalu
menolong hamba-Nya yang beriman yang berdakwah di jalan Allah. Sungguh ujian
keimanan memang berat, namun orang yang beriman pasti akan dapat melalui segala
ujian dengan pertolongan Allah.
![]() |
Palestina Saat ini |
Telah
masyhur dalam kisah Nabi Ibrahim, bahwa beliau sudah berumur lanjut. Namun
pernikahannya dengan Siti Sarah tak juga memiliki keturunan yang diharapkan
dapat melanjutkan risalah tauhid ini. Nabi Ibrahim senantiasa tak putus asa
berdoa kepada Allah, doa ini diabadikan dalam al-Qur’an :
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ
الصَّالِحِينَ
Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku
(seorang anak) yang Termasuk orang-orang yang saleh. (QS. As-Shoffat : 100)
Apa hikmah yang dapat diambil dari doa Nabi Ibrahim ini?. Mungkin ada diantara kita yang
hingga saat ini masih belum diberi amanah keturunan, maka janganlah putus asa
untuk tetap berdoa. Tidak sekedar berdoa meminta dianugerahi keturunan, tapi
jangan lupa sebagaimana doa nabi Ibrahim mintalah keturunan yang SHOLEH. Karena
kemuliaan seseorang baik di dunia maupun di akhirat bisa jadi didapatkan dari karena
kesholehan seorang anak, dan sebaliknya celakanya seseorang bisa juga
diakibatkan karena keturunan yang misalnya tidak diajarkan tentang ajaran Islam
dengan benar.
Sang
istri tak tega melihat keadaan ini, seorang suami tentu saja ingin memiliki
keturunan. Maka Siti Sarah meminta suaminya untuk menikah lagi dengan perempuan
lain. Nabi Ibrahim pun setuju, apalagi sang istri telah mengizinkannya. Maka Siti
Sarah pun meminta Siti Hajar al-Qibtiyyah, seorang budak dari bangsa Mesir
untuk menjadi madunya, menikah dengan Nabi Ibrahim as.
![]() |
Lukisan dari Bani Hasan di Mesir menunjukkan perjalanan suku nomaden dari Suriah ke Palestina Memberikan kita gambaran tentang penampilan suku Sarah dan Ibrahim |
Dengan
pernikahannya dengan Siti Hajar ini, tak butuh waktu lama dengan izin Allah….
Nabi Ibrahim dianugerahi dengan seorang putera bernama Ismail yang kelak akan
meneruskan dakwah tauhidnya dan diangkat oleh Allah sebagai seorang Nabi.
Kegembiraan
nabi Ibrahim ini diceritakan dalam al-Qur’an :
فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ
Maka Kami beri Dia khabar gembira
dengan seorang anak yang Amat sabar.
Melihat
Nabi Ibrahim dan Siti Hajar dengan buah hatinya begitu bahagia, maka timbullah
kesedihan dan kecemburuan dalam hati Siti Sarah yang telah bertahun-tahun
bersama Nabi Ibrahim namun belum dikarunia keturunan. Maka Siti Sarah pun
menjelaskan perasaannya kepada suaminya, dan meminta agar Nabi Ibrahim membawa
pergi jauh Siti Hajar dan Puteranya, Ismail alaihissalam. Dan permintaan ini
pun diperintahkan oleh Allah pula.
Nabi
Ibrahim pun pergi bersama dengan Siti Hajar yang menggendong bayinya ; Ismail.
Mereka pergi dari Palestina menuju ke sebuah lembah yang berada di padang pasir
kering, tempat ini saat ini dikenal dengan kota Mekkah.
Setibanya
di sisi Ka’bah yang saat itu masih berupa pondasi, maka Ibrahim pun
meninggalkan Siti Hajar dan bayinya di sisi Ka’bah dengan sedikit bekal.
Nabi
Ibrahim beranjak pergi meninggalkan kedua orang yang dicintainya tersebut. Sang
istri bertanya :
“Wahai
nabiyullah… apakah engkau akan meninggalkan kami di tempat asing ini?”
Nabi
Ibrahim tak mampu untuk menjawab, dadanya dipenuhi perasaan antah berantah. Kesedihan
begitu berat.
Berkali-kali
Siti Hajar bertanya, namun tak sepatah jawaban pun keluar dari lisan Nabi Ibrahim
karena begitu beratnya beban perasaan di dada beliau.
Hingga
akhirnya Siti Hajar bertanya dengan pertanyaan berbeda :
“Hal
Allah amaruka bi hadza?.... Apakah Allah yang telah memerintahkanmu dengan
perkara ini?”
Nabi
menjawab : “Iya. Ini adalah perintah
Allah wahai istriku”
“Jika
demikian halnya, maka aku yakin Allah tidak akan menyia-nyiakan kami” ujar Ibunda Siti Hajar.
Nabi
Ibrahim melangkah pergi. Di balik salah satu bukit, Nabi Ibrahim memandang jauh
anak dan istrinya yang ada di sisi Ka’bah. Pedih benar hati Nabi Ibrahim.
Beliaupun mengangkat keduatangannya untuk berdoa, doa ini diabadikan dalam
al-Qur’an :
رَبَّنَا إِنِّي
أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ
الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ
تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian
keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau
(Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka
mendirikan shalat, Maka Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada
mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka
bersyukur. (Qs. Ibrahim :
37)
Apa
hikmah besar yang dapat diambil dari kisah ini? Nabi Ibrahim diuji dengan ujian yang begitu berat, meninggalkan
istri yang beliau cintai, meninggalkan puteranya yang selama ini beliau
idamkan-idamkan. Beliau meninggalkan di tempat asing yang gersang sebagai ujian
keimanan untuk mengharap ridho Allah dan beliau menjelaskan perkara ini beliau
lakukan dengan harapan agar dzurriyah beliau, keluarga beliau, keturunan
beliau menjadi orang-orang yang senantiasa mendirikan sholat.
Lantas
bagaimana dengan kita? Kita sering mengeluh atas ujian keimanan yang diberikan
Allah kepada kita. Dan jelas ujian yang kita terima sangat tak sebanding ujian
Nabi Ibrahim. Tapi apakah di tengah ujian kita…. Kita masih memperhatikan
keluarga kita? Sudahkah keluarga kita kita ingatkan dengan sholat? Sudah kah
kita mengingatkan keluarga kita untuk senantiasa meninggalkan perkara-perkara
maksiat?
Persediaan
makan dan minum Siti Hajar telah habis, bayi Ismail menangis kehausan. Ibunda Siti
Hajar kembali ditimpa kesedihan. Beliau membutuhkan air untuk puteranya. Ia
melihat diseberang sana nampak seperti lembah berair, beliau berlari kecil
menuju ke tempat tersebut, namun tak dijumpainya air. Beliau melihat ke bukit
yang ada di sana terdapat air, ia pun berlari-lari kecil, ternyata tak juga ia
temui air. Hal ini beliau lakukan hingga 7 kali. Kejadian ini hingga saat ini
selalu dikenang yang kemudian dikenal dengan sa’i dan termasuk dalam
rangkaian ritual ibadah haji, berlari-lari kecil antara bukit shofa dan marwa.
Hingga
pada akhirnya Siti Hajar melihat di sisi bayi, turun seorang malaikat yang
menyiapkan sebuah sumber air. Air memancar begitu deras, Siti Hajar pun
membendung air yang memancar itu sembari berujar dengan bahasa Ibrani zami..
zami…zami…zami… yang berarti berkumpullah-berkumpullah….. mengharap
agar air tersebut tidak melebar dan berkumpul. Air ini hingga saat ini masih
dapat dinikmati oleh jutaan manusia sejak zaman Nabi Ismail hingga detik ini,
yang dikenal dengan Air Zamzam.
Hikmah
yang dapat diambil dari kisah ini adalah bahwa kita memang tidak akan
lepas dari ujian Allah yang menguji keimanan kita. Jika Siti Hajar berusaha
berlari kesana kesini mencari air, maka kita juga dituntut untuk berusaha
mendapatkan solusi dari setiap masalah yang kita hadapi, karena boleh jadi
masalah-masalah tersebut adalah salah satu bentuk ujian untuk kita lewati.
Beberapa
tahun kemudian, Nabi Ibrahim diizinkan oleh Allah untuk pergi mengunjungi
keluargnya; Siti Hajar dan Ismail alaihissalam. Di temuinya, Ismail sudah mampu
untuk berjalan dengan langkah-langkah kecil. Nabi Ibrahim telah disiapkan
dengan ujian lagi.
Nabi
Ibrahim bermimpi menyembelih putera kesayangannya itu. Beliau masih ragu atas
mimpi ini. Kejadian mimpi ini terjadi tepat pada tanggal 8 dzulhijjah yang
disebut dengan hari Tarwiyyah.
Setelah
mimpi yang sama terjadi 3 kali dalam tidurnya, esoknya Nabi Ibrahim pun memahami
bahwa mimpi tersebut adalah perintah dari Allah untuk menyembelih puteranya
sendiri. Pemahaman ini terjadi pada tanggal 9 dzulhijjah, yang dikenal dengan
hari Arafah.
Nabi
Ibrahim pun berdialog dengan puteranya, dialog ini diabadikan dalam al-Qur’an :
فَلَمَّا بَلَغَ
مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ
فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ
شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Maka
tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim
berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai
bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan
mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar".
Setelah
nabi Ismail setuju dengan apa yang akan dilakukan oleh ayahnya dan menjawab
dengan jawaban luar biasa yang penuh dengan kesabaran. Mereka berdua pun pergi
kesebuah bukit untuk menjalan perintah Allah, menyembeliha nabi Ismail as.
Tempat ini saat ini dinamakan Jabal Qurban yang terletak di kawasan Mina.
Ketika
Nabi Ibrahim hendak menyembelih puteranya, saat itulah puncak ujian nabi Ibrahim.
Seketika dengan kuasa Allah, Allah menggantinya dengan kambing untuk
dikurbankan.
Puncak
ujian keimanan yang dialami oleh Nabi Ibrahim dan puteranya tentu sangat jauh
lebih berat dibanding semua ujian yang pernah kita terima.
Hikmah
yang dapat diambil dari kisah penyembelihan ini adalah bahwa seringkali dalam hidup yang kita jalani kita membutuhkan
pengorbanan, insya Allah di hari Idul Adha sebentar lagi ini kita akan
menyembelih kambing ataupun sapi, namun dalam ritual tersebut jangan lupa untuk
mengetuk hati kita masing-masing untuk menyembelih sifat-sifat kehewanan yang
ada dalam diri kita. Sungguh setiap dari kita dilahirkan dalam keadaan fitrah, marilah
kita sembelih sifat-sifat kehewanan berupa takabbur, sombong, pamer egoisme dan
lain sebagainya.
0 blogger-facebook:
Post a Comment