Suatu pagi, ketika adzan subuh baru saja mendayu. Aku melihatmu berdiri menatap langit. Mataku beralih ka arah yang kau pandang, hanya gelap dengan setitik bintang di sana.
Lalu aku memanggilmu, “umi!” ucapku lirih. Dan kau tak bergeming.
“Mungkin kau tak ingin diganggu” pikirku. Lalu aku pergi sementara waktu.
Esoknya, ketika adzan subuh baru saja mendayu. Aku melihatmu berdiri menatap langit, rupanya bulan yang tak juga terbenam itu yang kau pandang, warnanya putih memudar, bahkan terkesan buram. Aku memanggilmu kembali, “umi!” panggilku lirih. Dan kau masih saja tak bergeming.
Lalu aku memanggilmu, “umi!” ucapku lirih. Dan kau tak bergeming.
“Mungkin kau tak ingin diganggu” pikirku. Lalu aku pergi sementara waktu.
Esoknya, ketika adzan subuh baru saja mendayu. Aku melihatmu berdiri menatap langit, rupanya bulan yang tak juga terbenam itu yang kau pandang, warnanya putih memudar, bahkan terkesan buram. Aku memanggilmu kembali, “umi!” panggilku lirih. Dan kau masih saja tak bergeming.
“Mungkin kau terlalu khusyuk memikirkan tentang bagaimana tuhan menciptakan keindahan bulan” sangkaku dalam hati. Lalu aku melangkah pergi.
Seribu hari telah berlalu, kau masih saja tak bergeming, setia memandang langit yang masih gelap itu. Dan aku tak bosan menyapamu, walau diam yang selalu menghiraukanku.
Hingga suatu saat, aku tak kuat menahan penasaran. Kali ini aku melangkah menuju tempatmu berdiri menatap langit pada hari-hari yang lalu. Kali ini aku hanya menatapmu, tak memanggilmu. Kau masih saja tak bergeming. Aku pun pergi.
Esok aku tak kembali. Lusa pun aku tak menemui.
Hingga suatu hari, kau mendatangiku dengan mata sembab penuh bening kilau air mata.
“Kenapa?” tanyamu sembari menahan isak. Aku hanya diam tak faham dengan soalmu.
“Kenapa kau tak menemuiku dan memanggilku lirih seperti pagi-pagi yang kita lalui?” tanyamu memperjelas. Dengan masih menahan isak.
Aku menarik nafas panjang sembari menatapmu penuh cinta. “Karena merdunya sunyi di hatimu membuatmu tak menghiraukanku sayang” jelasku.
Kau terdiam….
Ku raih tanganmu untuk ku genggam. Erat. Mencoba menenangkan.
Kali ini kau yang menarik nafas panjang, menatapku penuh sayang.
“ …………………………………............... “ kau menjelaskan panjang lebar.
Seribu hari telah berlalu, kau masih saja tak bergeming, setia memandang langit yang masih gelap itu. Dan aku tak bosan menyapamu, walau diam yang selalu menghiraukanku.
Hingga suatu saat, aku tak kuat menahan penasaran. Kali ini aku melangkah menuju tempatmu berdiri menatap langit pada hari-hari yang lalu. Kali ini aku hanya menatapmu, tak memanggilmu. Kau masih saja tak bergeming. Aku pun pergi.
Esok aku tak kembali. Lusa pun aku tak menemui.
Hingga suatu hari, kau mendatangiku dengan mata sembab penuh bening kilau air mata.
“Kenapa?” tanyamu sembari menahan isak. Aku hanya diam tak faham dengan soalmu.
“Kenapa kau tak menemuiku dan memanggilku lirih seperti pagi-pagi yang kita lalui?” tanyamu memperjelas. Dengan masih menahan isak.
Aku menarik nafas panjang sembari menatapmu penuh cinta. “Karena merdunya sunyi di hatimu membuatmu tak menghiraukanku sayang” jelasku.
Kau terdiam….
Ku raih tanganmu untuk ku genggam. Erat. Mencoba menenangkan.
Kali ini kau yang menarik nafas panjang, menatapku penuh sayang.
“ …………………………………............... “ kau menjelaskan panjang lebar.
0 blogger-facebook:
Post a Comment